Kamis, Maret 12, 2015

0 kilometer





Sebelumnya saya ingin bertanya, pada saat apa dan di mana tempat terbaikmu ketika mengulang ingatan?

Jika itu di jalan raya, kita sama.

Jalan raya selalu saja mampu menghidupkan kembali ingatan-ingatan tentang apa saja, termasuk tentang kisah lama;

"Ara, kamu udah di mana?"

“Engga tau ini di mana, nyasar kayanya hehe”

“Gps masih hidup kan? Ikutin aja arahnya, aku tunggu kamu, ya”

"Iya di, see ya”

Perjalanan dari jawa tengah menuju jogjakarta benar-benar merupakan perjalanan yang cukup panjang, bayangkan saja perjalanan menggunakan sepeda motor itu berlangsung selama 10 jam, pantat seorang beyonce pun pasti langsung datar.

“Mas, ini masih lama ya nyampenya? Ara capek”

"Mas juga capek, bawa motor terus sih”
“Lagian udah ara bilang biar gantian, mas gamau”

"Jalanan bahaya, mobil berat banyak lewat dengan kencang, dari pada kita kenapa-kenapa lebih baik mas aja”

Ara mengangguk mengiyakan sembari berjongkok lagi di depan tukang tambal ban. Ya, setelah menempuh ribuan kilometer perjalanan, akhirnya ban motor bebek ini meledak saking lelahnya menahan berat pengemudi dan penumpangnya.

Proses tambal ban memakan waktu sekitar 15 menit, Ara dan masnya mulai melanjutkan perjalanan yang tersisa.

—-

Riuh kota Jogjakarta akhirnya dirasakan oleh Ara. Ini kali pertamanya memasuki kawasan Jogjakarta. Kota yang katanya adalah kota kenangan, di mana belum afdhol jika belum patah hati dan jatuh cinta di kota ini.

Ara pun sibuk menghubungi Dio, laki-laki yang menjadi tujuan perjalanan panjangnya kali ini. Untung saja masnya Ara ini mau ikut sibuk-sibuk ambil andil dalam perjuangan cinta dua sejoli ini.

"Malioboro mas, ini udah di malioboro?"
“Dikit lagi ra”

"Kita berhenti pas di depan bank BNI ya mas”

“Iya, ra”

---

Malioboro pukul 19.00 

Riuh malioboro di malam hari terlihat dari banyaknya turis turis yang berjalan kaki, kios kios kecil penjual cendramata sepanjang ruko, pengamen dan pengemis, penjual makanan, pengemudi dokar, becak, orang orang yang sedang dimabuk asmara, serta para mahasiswa yang sekadar hangout bersama teman temannya mengisi keriuhan dengan lengkap dan sempurna.

Ara, menemukan dio diantara ramainya lalu lalang orang di malioboro. Sungguh, senyum paling memabukkan itu menghilangkan seluruh rasa lelah akibat perjalanan, Ara langsung memeluk Dio. Tak peduli seramai apapun orang, rindu yang sudah ditabung cukup lama, ingin langsung balas dendam.

"Ara, kamu masih imut aja ya"

"Sampai tua pun, bakalan tetap imut wek”

“Hahahhaa, kepedeannya ga pernah berubah, mas kamu mana?”

“Itu lagi parkir, laper nih di, makan yuk”
“Yaudah ayuk”

Menelusuri banyaknya angkringan di sepanjang malioboro, mereka akhirnya berhenti di salah satu angkringan yang menyediakan ayam pecel, ara terlalu lapar, dan ayam adalah satu satunya lauk paling sedap, apalagi ditambah sambel terasi yang cukup pedas. Nikmat mana lagi yang harus ia dustakan?

Berbeda dengan di kota asalnya, Batam. Angkringan di jogjakarta ini dikerumuni pengemis dan pengamen setiap 5 menit sekali, maka jelas sekali teman-teman ara mengingatkannya untuk mengganti uang 1000 menjadi kepingan receh, karna pengemis-pengemis itu tidak akan pergi sebelum kita memberi. Miris memang, tapi hidup memang keras.

"Dio, habis makan kita ke mana?"

"Kita jalan kaki sampai 0 kilometer, ya”
“Really? Sama kamu? Pegangang tangan? Kaya orang pacaran?”

“Iyaa bawel”

“Hahaha pokoknya selama aku di sini kamu harus jadi pacar aku, ya. Engga mau tau”

“Iya, iya”

“Pacar kamu gimana?”

“Ya gitu”

"Ah, dia kan cuma minjem dari aku, yang punya kamu dari dulu cuma aku kan? Wek”

"Iyaa araaaa, uhhh” 
dio mencubit pipi ara yang terlalu menggemaskan.

Usai makan, ara dan dio sengaja meninggalkan mas rido di angkringan, mereka berjalan dan mengenang kembali segala memori kisah masa SMA yang mereka habiskan bersama-sama.

Ternyata memang benar, malioboro itu kota yang romantis, suasana di 0 kilometer pada malam itu memang tidak seru jika tidak dihabiskan dengan orang yang kita cintai.

"Eh, jadi kenapa kita berantem pas kelulusan?"

“Ego mu itu loh ra hahaha”

"Ih aku kenapa emangnya?”

“Inget lagi deh, kenapa kamu nangis nangis dan teriak teriak?”

"Ya kan waktu itu aku pengen ikutan keliling2 naik motor di jalan raya dan bajunya dicoret coret”

"Aku kan udah bilang sama kamu ra, banyak polisi nanti kita ditangkap, terus coret coret baju kan bisa sama temen temen aku”

“Ya aku kan maunya rame rame sama yang lain, bukan cuma beberapa orang gitu”

“Gini deh, sekarang kamu udah besar kan? Kamu pasti udah bisa paham kan? Gimana kalau aku ikutin mau kamu dulu? Hal buruk pasti terjadi, lagian kelulusan kan bukan buat hura hura heboh begitu kan? Kelulusan adalah hasil kerja keras dan perjuangan kita selama ini menuntut ilmu kan?”

” iya sih, maaf ya”

“Sekarang udah paham kan, sini”

Tepat di bawah pohon Dio memeluk Ara hangat. Berada dalam dekapan seseorang yang sudah pernah bahkan masih dan akan selalu menjadi rumah tempat hati berlabuh adalah tempat paling nyaman di bumi ini.

"Sekarang kita ke wonosari, ya. Nginep tempat nenek, besok kita ke pantai, kamu suka pantai kan"

“Aaaak beneran? Mau mauu”

“Nanti aku mau liatin sama kamu, ada bukit bintang, indah, kaya kamu”
“Hahahaha udah bisa ngerayu ya, udah berapa cewe yang abis kena rayu sama kamu?”

“Oh jelas banyak, senior di kampus pada naksir”

“Dih kepedean” Ara memukul bahu Dio 
Lalu mereka tertawa bahagia sambil melihat kendaraan yang lalu lalang di persimpangan 0 kilometer.

—-

Ara, dio dan mas rido melanjutkan perjalanan menuju wonosari selama kurang lebih satu jam perjalanan, cukup jauh memang, apalagi wonosari berada di daerah perbukitan, tapi demi menuju pantai esok hari, mereka menabahkan rasa malas.

Ara memeluk dio dari atas motor
"Dio, sudah berapa lama kita tidak sama sama seperti ini? Aku kangen"

“Baru juga satu tahun”

"Tapi itu lama”

"Iya, udah lama juga ya kita ga boncengan”

"Kamu tau ga, aku paling suka di jalan raya, apalagi kalau berangkat ke kampus atau pergi pergi, aku selalu jadi bisa mikir dan mengingat ngingat banyak hal”

"Aku juga suka, apalagi sekarang, ada yang meluk dari belakang”

“Hahaha pacar kamu emang engga pernah kamu boncengin?”

"Hehehehe”

"Ih ketawa aja! Sering ya? Kamu gitu, sebel ah”

"Engga sayang, jarang kok”

"Ah, kamu curang punya pacar”

“Kan kamu duluan sih yang pacaran, sampe foto berduanya kaya udah mau praweding”

"Gausah bahas itu bisa? Ini aku kena karma banget kayanya”

"Loh kenapa gitu?”

"Iya, dulu kan kita janjinya akan sama sama kuat menjalani hubungan jarak jauh ini, tapi pada akhirnya aku yang nyerah dan ninggalin kamu”

"Terus kenapa kena karma?”

"Ih kamu ga ingat apa? Kamu pernah bilang kalau aku pasti akan dapetin akibat dari perbuatan aku”

“Uhmm iya maksudnya bukan nyumpahin kamu loh, biar kamu bisa belajar aja”

“Iya, akhirnya disakitin gini, dan ujung ujungnya balik ke kamu lagi”

"Yaudah anggap aja karma, dan kamu belajar dari itu”

Sunyinya perjalanan malam itu membuat mereka leluasa bercerita tentang apa saja, satu jam di perjalanan adalah waktu yang cukup untuk bercerita banyak hal dibanding tenggelam lagi dalam pikiran masing-masing.

"Nah itu bukit bintang, kita mau berhenti dulu ga?"

“Gausah deh, udah capek”

“Yaudah kamu tidur dulu, tanganya masukin saku jaket aku”

“Iya”

Ara tersenyum dan merapatkan tubuhnya ke punggung Dio, mengiang-ngiang di kepalanya tentang sajak saku baju.

"Saku bajumu, adalah tempat aku menghangatkan jemari yang mulai kaku. Sedangkan hatimu, selalu saja menjadi tempat paling hangat untuk aku pulang"

Dio, makasih ya.
—-
Bersambung



Previous Post
Next Post

post written by:

0 komentar: