Fadhila Bilqis
Di suatu sekolah negeri tinggi ternama, terlihat berjejer berbaris rak buku mengarah ke barat, tempat pintu keluar dan masuk bertengger. Ada 50 rak buku yang tingginya sekitar 2 meter berisi 6 slot untuk penyimpanan buku kecil dan 4 slot untuk penyimpanan buku besar, siapa sangka rak-rak buku ini dapat bercakap ditengah keheningan manusia yang mengunjungi mereka. Tapi percakapan mereka tidak terlalu bagus, hanya percakapan tentang keirian dan pilih kasih pengunjung yang mendatangi mereka.
Dari 50 rak, terdapat 30 rak terkenal, mereka mendapat tugas yang bagus untuk ditempatkan buku-buku yang digemari anak-anak zaman sekarang seperti komik, majalah, buku IT, IPTEK, hobi. Lain halnya dengan rak nomer 49 dan 50 yang terletak bersebelahan dipaling pojok, gelap, sedikit cahaya yang menyinari rak nomer 49 dan 50 sehingga ngengat dan kutu buku rajin menyinggahi, tidak lupa rayap membantu melubangi tubuh rak nomer 49 dan 50, jarang sekali ada manusia yang menyempatkan mengunjungi mereka berdua.
Ditengah kesepian mereka berdua berbicara.
Rak nomer 49: 50, kapan kita bisa dikunjungi serajin rak-rak yang lain?
Rak nomer 50: Kita itu menyimpan buku-buku tua, tidak usah banyak berharap.
Rak nomer 49: Kenapa kita menyerah, toh biarpun terbitan lama isinya tak kalah bagus dengan keluaran baru.
Rak nomer 50: Kamu tidak lihat sampul buku baru itu bagaimana, menarik loh. Aku saja gerah menyimpan buku-buku tua yang sudah bau dan berwarna lusuh.
Rak nomer 49: Memang benar, tapi buku baru itu jarang yang memuat fakta, realita. Semua diumbar-umbar dengan tambahan presepsi seenak jidat, belum tentu kebenarannya.
Rak nomer 50: Biarpun seenak jidat, toh kita tidak boleh mengekang ke-demokratisan penulis dalam menyampaikan pendapat, buku tua loh, kaku. Bahasanya sastrawan, mana mau toh anak-anak yang suka kartun itu baca!
Rak nomer 49: Kamu ini 50, jaman dulu mau terbitkan buku itu banyak prosesnya, memblot pemerintahan sedikit cabut hak terbit. Terus isinya sesuai fakta, perang bilang gini ya ditulis gini. Buku sekarang banyak sensasi.
Rak nomer 50: Pikiran kolot memang susah, kayaknya kamu seneng dirubungin rayap, di hinggapi ngengat. Aku saja tidak mau, kalau boleh milih, slot-ku ini ingin diisi nyimpan majalah yang bagus kertasnya, harum.
Rak nomer 49: Ya sudah, saya doakan cita-citamu terkabul, 50.
Ya itu memang ironi buku-buku lama, sarat pengetahuan tapi karena "sampul" pengunjung jarang menyentuh rak nomer 49 dan 50, rak yang menyimpan sejarah abadi yang terjadi beratus-ratus tahun lalu.
Rak 50, memang memiliki pikiran tidak ingin berjuang, berjuang membuat pengunjung menikmati tulisan yang masih ditulis dengan mesin tik, wangi kertas yang khas, sampul buku yang dilukis sendiri meski jelas-jelas kalah saing dengan buku baru yang penuh fiksi, diketik dengan komputer, sampul yang berwarna-warni meskipun sampul itu bisa menipu dimana isi dengan sampul berbeda jauh.
Seminggu setelah percakapan rak nomer 49 dengan rak nomer 50, benar saja harapan rak nomer 50 dikabulkan, ia dipindahkan kedepan untuk diisi dengan majalah-majalah kesehatan dan memasak. Hatinya gembira dan mengucapkan kata selamat tinggal pada rak nomer 49 seperti terlepas dari belenggu penjajahan.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan yang menghampiri rak nomer 49 hanya 30 orang, itu juga karena ada pekerjaan rumah yang berkaitan dengan sejarah, beda jauh dengan pamor rak nomer 50 sehari saja ada puluhan orang yang hinggap mengerubunginya, dihitung dua bulan mungkin sudah ratusan. Rak nomer 49 tidak iri sama sekali, pengunjung yang hanya 30 pun jadi berkah untuknya.
Tapi ada yang perduli, karena terus menerus merosot, pegawai perpustakaan menganjurkan anak-anak melihat keadaan rak nomer 49, dan tidak banyak yang menggubris memang rak nomer 49 sudah sangat kalah pamor dengan yang lainnya.
Sampai saat diumumkan jasa internet untuk sekolah, komputer-komputer yang canggih datang, menghibur cantik akan visual, bisa berbunyi bersuara, bisa bermain permainan virtual, bisa berbicara dari satu komputer ke komputer lain. Semua keaadaan berubah semakin parah, rak nomer 50 yang berisi majalah dan rajin dikunjungi dihibahkan sebagian majalahnya pada panti asuhan. Rak-rak lain juga nyinyir melihat komputer yang baru nangkring itu didatangi 100 bahkan 120 anak yang setiap harinya dengan raut ceria, boleh berisik tidak seperti disini.
Lagi-lagi, bukan hanya rak nomer 49 yang terkena imbas, rak nomer 1 sampai 48 lalu rak nomer 50 menangis tersedu-sedu melihat kenyataan bacaan baru abad ini datang dengan gagahnya.
Tapi rak nomer 49 tak bergeming dengan keirian rak-rak lain terhadap komputer, karena apa yang disimpannya itu fakta, sejarah yang tidak akan lekang tergerus zaman, meskipun tidak semua pengunjung memikirkan eksistensinya.
0 komentar: