Reepost from Sore Nanti
“Kenapa kamu baru cerita sekarang?” ucapku.
“Aku kayak gini untuk ngelindungin kamu”
“Melindungi aku dari apa?”
“Melindungi kamu dari keinginan membalas
ucapan-ucapan mereka. Melindungi kamu, agar tidak seperti mereka, agar
mereka tidak merasa menang..”
“Tapi.. kenapa kamu masih di sini setelah mendengar semua tentang aku? Semua perkataan mereka?”
“Karena aku percaya, aku bisa menyelamatkanmu”
“Menyelamatkan aku? Maksudmu?”
“Dengan mencintaiku, aku akan menyelamatkanmu, menyelamatkanmu dari masa lalumu, sayang..”
“..aku gak peduli dengan apa yang dikatakan
mereka, kamu tau apa yang aku katakan pada mereka yang mencoba
membukakan mataku tentang sosok yang aku cintai? Aku bilang ke mereka,
tidak apa, denganku kamu akan menjadi baik. Dan sampai saat ini aku
masih menyakini itu”
“Mereka bilang apa saja tentang aku?” tanyaku dengan mulai terisak.
“Mereka bilang semua yang setelahnya aku
tanyakan lagi ke kamu sedikit demi sedikit, dan kamu tidak
menyangkalnya. Aku tidak peduli, semuanya hanya kepingan masa lalumu,
kepingan yang membentuk dirimu saat ini”
Aku terdiam mendengar semua perkataannya. Jadi, selama ini dia sudah tau?
“Sayang, kamu percaya kan aku cinta sama kamu?”
Aku terdiam menatap matanya, aku melihat
wajahku di dalam matanya, menahan air mata karena tidak tau lagi harus
berkata apa. Apa aku pantas untuknya? Apa ketulusannya setimpal dengan
diriku?
“Sayang, aku percaya kamu bisa berubah. Untuk aku, untuk diri kamu sendiri, untuk kita, untuk mimpi-mimpi kita”
Aku masih saja terdiam mendengar semua
perkataannya, ucapan mereka semuanya benar, aku tidak bisa mengelaknya,
tapi begitulah aku, dan dia.. apa aku masih pantas untuknya. Tapi dia
tetap di sini, tidak pergi kemana-mana, tetap menggenggam tanganku,
bersama menyusun cerita. Apa semua ini nyata? Apa benar masih tersisa
sosok Adam yang masih bisa mencintaiku dengan segala apa yang telah
kulalui?
“Kamu yakin kamu masih mau melanjutkan dan membangun masa depan bersama aku? Setelah mendengar segala cerita mereka?”
“Yakin, asal kamu mau berubah, aku lihat
belakang ini kamu sudah jauh berubah. Menjadi lebih baiklah, sayang..
tunjukan kepada mereka bahwa kamu bisa. Bahwa mereka salah. Ada aku di
sini, aku temani kamu menjadi lebih baik”
“Gak ada yang abadi, semua yang aku alami,
membuatku makin yakin gak ada yang abadi. Cacian mereka, kesedihanku,
pun rasa yang sekarang kamu ungkapkan. Aku lelah percaya lagi..” jawabku
menanggapi segala keyakinannya.
“Jika benar tak ada yang abadi, maka perjuanganku yang tak kenal lelah ini, kamu sebut apa?” jawabnya.
“Mungkin benar, tidak semua hal yang terjadi
dan ada di bumi ini abadi. Pun dekapan tanganku, semuanya yang aku
sangka akan abadi, perlahan akan mati jika kamu tidak ikut
mempercayainya” lanjutnya.
“Kalau ternyata kamu sama seperti mereka
gimana? Mungkin sekarang kamu bisa berkata seperti ini karen kita sedang
dimabuk cinta. Besok gimana? Kalau ternyata besok kakimu lebam dihantam
lelah? Apa kamu akan berhenti dan balik meninggalkanku seperti yang
selama ini aku alami?” jawabku.
“Tidak, sayang.. jika kamu terus
mempertahankan apa yang belakangan ini sudah kita lalui, aku yakin kita
bisa bertahan. Aku mungkin tidak bisa menjanjikanmu selamanya, tapi aku
berjanji, aku akan mencintaimu sampai kamu lupa rasanya membenci”
Aku makin larut dalam air mataku yang terus
mengalir, jika benar tak ada yang abadi, mengapa kesedihan ini beruntun
menerpaku? Ucapku di dalam hati.
“Aku gak akan pergi kemana-mana, aku akan
menemanimu menyangkal ucapan mereka, membuktikan bahwa ucapan mereka
salah. Menemanimu memilah mana yang patut dijadikan abadi, mana yang
pantas untuk dikomentari dengan sini “tak ada yang abadi”, aku akan
terus di samping kamu” kali ini dia mendekat, menggenggam tanganku
dengan erat. Dari suaranya aku yakin dia sedang menahan tangis.
“Aku cinta sama kamu, tapi aku merasa gak pantes dapat balasan cinta sedemikian besar dari kamu”
“Hei, liat aku. Aku cinta sama kamu..” dia menatapku erat.
“Gak ada duka yang abadi, gak ada cibiran
yang abadi, apa lagi masa lalu, buktinya mereka sekarang sudah
terlewati, mereka akan abadi menjadi masa lalu kamu. Mereka gak akan
kembali lagi jika kamu mau. Jika kamu mau berubah, dengan aku. Dengan
mencintaiku dengan baik..”
“..Kamu harus bisa membuktikan ke mereka, bahwa kamu bisa menjadi lebih baik. Dengan atau tanpa aku.”
“Emang kamu mau kemana? Kamu mau ninggalin aku?”
“Nggak, seperti yang tadi kamu bilang, jika
benar memang tak akan ada yang abadi, maka takkan selamanya tanganku
mendekapmu. Takkan selamanya raga ini menjagamu. Seperti alunan detak
jantungku, tak bertahan melawan waktu..”
“..Tapi satu yang aku pastikan, jika hal itu
terjadi, hanya berhentinya alunan detak jantungku lah yang menjadi
penyebabnya, bukan karena keindahan yang memudar atau cinta yang telah
hilang. Kamu percaya kan sama aku?”
Aku memejamkan mata, mengeluarkan air mata
yang sedari tadi membendung tak tertahan tiap kali mendengar kata yang
terucap darinya. Aku mengangguk. Seraya mengiyakan apa yang ia janjikan.
Aku mengangguk, terus mengganguk metanap matanya.
“Aku cinta sama kamu, sayang.. tolong biarkan
aku menyelamatkanmu. Biarkan aku menyelamatkanmu dengan mencintaimu,
biarkan dirimu makin baik dengan mencintaiku.” Ucapnya sambil memelukku.
Tangisku makin pecah di dalam peluknya.
“Aku juga cinta sama kamu, aku butuh kamu
untuk menyelamatkanku. Cintai aku dengan membuatku percaya “tak ada yang
abadi” hanya sekedar kata jika itu terjadi di antara kita” aku membalas
semua ucapannya. Memeluknya sebagai perwakilan ucapan terima kasihku
pada Tuhan atas hadirnya di hidupku.
“Iya, aku akan buktikan kepada mereka, bahwa masih ada di dunia ini yang abadi, yaitu kita”
Aku mengangguk di dalam peluknya.
“Jangan pernah hilang, jangan pernah menjadi seperti mereka, jangan pernah menjadi masa laluku” ujarku.
“Iya, aku tidak akan menjadi masa lalumu, aku tidak butuh mereka untuk membentuk masa depan kita. Aku cinta kamu. Abadi.”
0 komentar: